Minggu, 02 Februari 2020

Analisis SARA



ANALISIS SARA
(Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan)



Disusun Oleh :
Shifa Sandrinadya Munandar
Kelas :
1 PA 09




Jurusan Psikologi
Fakultas Psikologi
Universitas Gunadarma
2020


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.................................................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................1
1.1  Latar Belakang....................................................................................................................1
1.2  Rumusan Masalah ..............................................................................................................2
1.3  Tujuan Penulisan.................................................................................................................2
BAB 2 ISI .................................................................................................................................3
2.1  Definisi SARA.....................................................................................................................3
2.2  Faktor Pemicu SARA..........................................................................................................4
2.3  Dampak Akibat SARA........................................................................................................6
2.4  Upaya Penanganan SARA...................................................................................................9
BAB 3 PENUTUP....................................................................................................................12
3.1  Kesimpulan........................................................................................................................12
3.2  Saran..................................................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................13




BAB 1
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
SARA akhir-akhir ini muncul sebagai masalah yang dianggap menjadi salah satu sebab terjadinya berbagai gejolak sosial di negara kita. Perkelahian antara suku Madura dan suku Dayak di Kalimantan Barat, perkelahian antara suku Makasar dan penduduk asli Timor yang kemudian berkembang menjadi pergesekan antaragama Katolik dan Islam, merupakan contoh peristiwa SARA (suku, agama, ras, antargolongan) di negara kita. Indonesia terdiri dari pulau-pulau dan suku bangsa, maka masalah SARA merupakan hal biasa. Tapi ada beberapa hal menarik untuk dicermati dalam masalah SARA. Pertama, hubungan antara suku pribumi dan nonpribumi sampai saat ini belum dapat dipecahkan, dan tetap menjadi pemicu potensial timbulnya konflik sosial. Kedua, SARA muncul kembali sebagai faktor pendorong timbulnya "nasionalisme daerah", berupa upaya memisahkan suatu wilayah dari wilayah Republik Indonesia, meskipun masalah ini secara historis seharusnya sudah selesai ketika bangsa ini memproklamasikan Sumpah Pemuda 1928. Ketiga, ada gejala bergesernya sebab pemicu: timbulnya gejolak sosial dari masalah SARA ke masalah yang bersifat struktural.
SARA, khususnya agama, sering terlihat menjadi pemicu. Namun kita perlu bersikap hati-hati sebelum mengambil kesimpulan bahwa agama "adalah pemicu utama" pecahnya suatu konflik sosial. Faktor agama dari SARA hanya menjadi "limbah" suatu masalah yang lebih besar, seperti masalah penguasaan sumber daya alam, kesiapan bersaing, serta kolusi antara pejabat dan suatu etnik tertentu. Demikian pula halnya suku dalam SARA. Sebagai contoh, kebetulan etnik Cina atau suku Makasar dan Madura mampu bersaing dalam penguasaan sumber alam, maka merekalah yang dijadikan tumpuan kemarahan suku yang merasa kehilangan penguasaan sumber alamnya.
Kita memang perlu melihat masalah SARA dari perspektif lain, yakni perspektif ketidakseimbangan antara suku dalam akses mereka pada sumber alam dan faktor-faktor pada tingkat makro lain, seperti belum terciptanya birokrasi yang secara politis netral. Perspektif seperti ini akan melihat masalah sebenarnya yang kini dihadapi bangsa ini, karena SARA hanya merupakan "limbah" masalah dasar itu, serta wahana mobilisasi masyarakat, guna menarik perhatian pemerintah untuk menyelesaikan masalah dasar tersebut. Indonesia memang perlu perubahan apabila ingin memasuki abad ke-21 dengan utuh sebagai suatu bangsa.
Masih sulit untuk mengatakan bahwa kita telah memiliki suatu pemerintahan yang bersih. Akibatnya, keadilan sulit dicapai. Sekelompok etnik tertentu, yang bekerja sama dengan aparatur negara yang tak bersih, mampu lebih cepat memanfaatkan kesempatan yang diciptakan pemerintah. Hal ini kemudian menimbulkan masalah SARA atau sikap anti terhadap suku tertentu. Tapi kita perlu memahami bahwa masalah tersebut muncul karena kelompok etnik itu mengalami political insecurity dalam masyarakat, sehingga mereka perlu mencari security melalui aliansi dengan aparatur pemerintah yang mengalami economic insecurity.

1.2  Rumusan Masalah
1.      Apa definisi dari SARA?
2.      Apa saja faktor pemicu terjadinya konflik SARA?
3.      Apa dampak yang diakibatkan dari konflik SARA?
4.      Bagaimana upaya penanganan terhadap konflik SARA?

1.3  Tujuan Penulisan
1.       Untuk mengetahui dan memahami definisi SARA.
2.       Untuk mengetahui dan memahami faktor pemicu terjadinya konflik SARA.
3.       Untuk mengetahui dan memahami dampak yang diakibatkan konflik SARA.
4.       Untuk mengetahui dan memahami upaya penanganan terhadap konflik SARA.





BAB 2
ISI
2.1  Definisi SARA
Sara adalah berbagai pandangan dan tindakan yang didasarkan pada sentimen identitas yang menyangkut keturunan, agama, kebangsaan atau kesukuan, dan golongan. Dalam pengertian lain, SARA dapat disebut diskriminasi yang merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, dimana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut. Diskriminasi merupakan suatu kejadian yang biasa dijumpai dalam masyarakat manusia, ini disebabkan karena kecenderungan manusia untuk menbeda-bedakan yang lain. Ketika seseorang diperlakukan secara tidak adil karena karakteristik suku, antargolongan, kelamin, ras, agama dan kepercayaan, aliran politik, kondisi fisik atau karateristik lain yang diduga merupakan dasar dari tindakan diskriminasi Diskriminasi langsung, terjadi saat hukum, peraturan atau kebijakan jelas-jelas menyebutkan karakteristik tertentu, seperti jenis kelamin, ras, dan sebagainya, dan menghambat adanya peluang yang sama. Diskriminasi tidak langsung, terjadi saat peraturan yang bersifat netral menjadi diskriminatif saat diterapkan di lapangan. SARA dapat digolongkan dalam tiga kategori, yaitu:
1.      Kategori pertama yaitu Individual : merupakan tindakan Sara yang dilakukan oleh individu maupun kelompok. Termasuk di dalam katagori ini adalah tindakan maupun pernyataan yang bersifat menyerang, mengintimidasi, melecehkan dan menghina identitas diri maupun golongan.
2.      Kategori kedua yaitu Institusional : merupakan tindakan Sara yang dilakukan oleh suatu institusi, termasuk negara, baik secara langsung maupun tidak langsung, sengaja atau tidak sengaja telah membuat peraturan diskriminatif dalam struktur organisasi maupun kebijakannya.
3.      Kategori ke tiga yaitu Kultural : merupakan penyebaran mitos, tradisi dan ide-ide diskriminatif melalui struktur budaya masyarakat.





2.2  Faktor Pemicu SARA
Konflik sara menjadi sebuah senjata jitu untuk memecah belah paham dan keyakinan yang selama ini diyakini. Tindakan SARA merupakan sebuah upaya untuk melecehkan satu keyakinan lain yang berbeda dengan keyakinan yang dianut. Hal tersebut merupakan upaya untuk mengklaim bahwa kepercayaan yang dianut merupakan kepercayaan yang paling benar. Isu sara menjadi senjata utama untuk dapat menciptakan konflik horizontal antar umat beragama. Sudah banyak konflik yang timbul akibat dari isu isu sara yang beredar dimasyarakat. Tentu saja paham ini akan mengancam kesatuan dan persatuan dalam kehidupan bernegara seperti juga contoh konflik antar agama . Paham politik SARA menciptakan kebencian antar umat beragama sehingga memicu timbulnya tindakan kekerasan. Berikut merupakan beberapa faktor pemicu terjadinya konflik SARA:
1.      Pemahaman  Sempit Para Penganut Paham yang Menganggap Paham yang Dianut Paling Benar
Penyebab konflik sara yang pertama adalah karena adanya pandangan bahwa kepercayaan yang di anut merupakan yang paling benar. Padahal paham yang demikian merupakan paham yang harus dihindari. Memiliki paham yang demikian akan memunculkan pemikiran yang berbahaya. Dengan menganggap keyakinan yang dianut yang paling benar dan keyakinan lain salah hal ini dapat menyebabkan dominasi dari penganut kepercayaan tententu. Dominasi ini dapat memicu timbulnya diskriminasi pada kelompok penganut kepercayaan minoritas seperti latar belakang konflik kamboja .  Serta tentu saja hal ini akan menyebabkan konflik antara kelompok mayoritas dan minoritas.  Untuk itu, diperlukan pengubahan dari paham yang sempit tersebut menjadi paham yang terbuka. Dimana setiap penganut keyakinan yang berbeda harus mampu mengedepankan logika dan nalar yang sehat. Bahwa setiap keyakinan yang dipilih bukan didasarkan atas mana yang benar dan salah. Namum keyakinan yang dipilih adalah sesuatu yang diyakini mampu merubah arah kehidupan menjadi lebih baik.
2.      Kurangnya Pemahaman Atas Kebebasan Dalam Bergama dan Beribadah
Kebebasan dalam beragama dan beribadah merupakan hak yang melekat sebagai hak dasar manusia. Tidak ada satu pun pihak yang bisa memaksakan kehendak atas apa yang akan diyakini dan dipercaya sebagai agama yang akan dianut. Kurangnya pemahaman atas kebebasan tersebut membuat isu sara dapat berkembang menjadi konflik yang meluas. Kadangkala satu kelompok dengan keyakinan tertentu memaksa pihak lain untuk mengikuti mereka seperti latar belakang tragedi aleppo . Tidak jarang juga digunakan tindakan kekerasan hingga berujung pada pengusiran satu kelompok dari wilayah tertentu. Padahal hal tersebut tentu merupakan tindakan yang tidak bisa dibenarkan. Seseorang harus dengan sukarela untuk bisa menganut satu keyakinan yang ia yakini.
3.      Mengedepankan Paham Radikalisme 
Kelompok yang memaksakan kehendak mereka dan merendahkan agama lain merupakan kelompok yang selayaknya harus segera di adili. Tidak jarang mereka menggunakan jalan kekerasan agar tujuannya diakui dan diaetujui oleh mayoritas masyarakat. Dan yang paling aneh adalah ternyata banyak orang yang bergabung dengan ideologi primitif ini. Kelompok radikal banyak muncul di daerah dengan paham dan pandangan sempit akan perbedaan. Bahkan beberapa petinggi negara tergabung, dan mengikuti paham ini seperti penyebab konflik sosial paling umum. Tentu saja hal ini akan sangat berpengaruh pada hubungan antar agama, ras, dan suku bangsa. Jika paham ini tidak segera di atasi maka akan sangat berbahaya. Mereka melakukan tindakan membunuh, menyiksa dan tindakan tidak berprikemanusian lain atas dasar kepercayaan yang mereka yakini. Biasanya kelompok radikal ini memiliki tujuan untuk mendirikan sebuah negara dengan paham yang mereka anut.
4.      Perebutan Lahan Untuk Lokasi Tempat Ibadah
Tempat ibadah merupakan tempat yang digunakan oleh para penganut kepercayaan untuk melakukan peribadatan. Ibadah merupakan sebuah aktifitas untuk bisa lebih dekat dengan sang pencipta. Ibadah juga menjadi sarana untuk bisa memanjatkan doa. Tempat ibadah merupakan hal pokok yang harus dimiliki para penganut kepercayaan seperti juga pengendalian konflik sosial . Selain sebagai tempat beribadah tempat ini juga berfungsi untuk aktifitas keagamaan lainnya. Kadangkala ada pihak yang mengklaim lokasi tanah tempat ibadah menjadi tanah untuk lokasi ibadah lain. Dengan megatasnamakan agama ini lah maka hal ini dapat memicu timbutnya konflik. Sengketa perebutan tanah untuk lokasi ibadah banyak terjadi dan membutuhkan tindakan pecengahan sesegera mungkin. Karena jika isu agama telah telibat maka bisa menimbulkan konflik yang lebih besar.
5.      Kurangnya Kesadaran Masyarakat Akan Toleransi dan Keharmonisan 
Toleransi merupakan salah satu upaya untuk menjaga persatuan dan kesatuan antar umat beragama. Apalagi menghadapi segala perbedaan yang ada tentu toleransi harus diutamakan. Jika toleransi tidak dipegang sepenuhnya maka dunia tidak akan mampu berjalan dengan harmonis. Setiap pemeluk agama akan merasa was was dan tidak tenang. Tentunya kondisi itu dapat memicu konflik jika ada orang yang tidak bertanggung jawab, melemparkan isu yang memicu timbulnya permusuhan. Kesadaran bahwa kita hidup dengan segala perbedaan tentu akan membuat kita lebih bijak menyiasati setiap perbedaan yang ada seperti dampak konflik agama . Dengan mengedepankan toleransi maka keamanan dan perdamaian dunia akan dapat terwujud.
6.      Perbedaan Penafsiran Terhadap Isi Kitab Suci yang Diyakini
Setiap penganut agama pasti memiliki kitab suci sebagai pedoman hidup. Tentu saja isi setiap kitab suci umat beragama berbeda-beda. Sehingga ketika kita menafsirkan isi kitab suci tentu ada hal yang bisa jadi bersinggungan. Perbedaan penafsiran ini tentu bukan merupakan hal yang harus dibesar besarkan seperti latar belakang konflik suriah. Karena setiap pemeluk akan meyakini isi kitab yang diyakininya sehingga anda tidak bisa menyamakan antara satu kitab suci dan kitab suci lainnya. Memilili pandangan yang luas dan terbuka merupakan hal yang bisa dilakukan untuk menyikapi hal ini .
2.3  Dampak Akibat SARA
Ada sebab tentu saja ada akibat yang harus dinggung. Begitu juga dengan kondisi diatas, konflik sara akan menimbulkan dampak tidak hanya pada individu / kelompok yang berkonflik namun juga akan berdampak pada masyarakat sekitar, dan dampak secara tidak langsung juga akan dirasakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Berikut merupakan beberapa dampak yang ditimbulkan dari konflik SARA:
1.      Ketegangan Antara Individu atau Kelompok yang Berkonflik
Konflik sara bisanya diawali terjadi karena adanya perbedaan pendapat dan cara pandang antara lebih dari satu penganut  agama seperti latar belakang yugoslavia. Konflik dimulai dari individu kemudian berkembang ke kolompok yang lebih besar dan melibatkan lebih banyak orang terseret didalamnya. Akibat awal yang akan terjadi dari timbulnya konflik ini adalah tentu ketegangan antara individu dan kelompok yang berkonflik. Jika tidak segera diredam maka ketegangan ini akan dapat menimbulkan konflik lain yang lebih besar lagi. Oleh karena itu, sebisa mungkin ketegangan ini harus segera di redam dan diselesaikan. Biasanya pada saat ini diperlukan seorang mediator netral untuk memediasi kedua individu atau kelompok yang berkonflik agar berdamai.
2.      Memicu Tindak Kekerasan
Setelah timbulnya ketegangan maka secara psikologis akan mempengaruhi  jiwa seseoramg dan dapat memicu timbulnya tindak kekerasan. Tindakan ini biasanya timbul dalam konflik antara dua kelompok yang memiliki pemikiran radikal. Mereka tidak segan segan menggunkan tindak kekerasan agar tujuannya mendapat pengakuan dan di benarkan. Padahal dari sini saja kita dapat melihat bahwa tindakan ini merupakan tindakan yang salah. Karena bagaimanapun, apapun ajaran yang dipercayai tidak membolehkan untuk saling menyakiti dan melukai sesama manusia. Kondisi yang demikian tentu harus segera diatasi oleh para penegak hukum seperti pada tahap penyelesaian konflik yugoslavia , jika tidak maka tindakan ini dapat semakin meluas dan mengancam banyak jiwa.
3.      Hilangnya Rasa Aman dalam Kehidupan Bermasyarakat
Sudah tentu bahwa jika terjadi tindak kekerasan maka akan memicu tindakan kerusuhan yang lain seperti juga penyebab perang pakistan dan india .  Dengan kondisi demikian maka masyarakat akan merasa ketakutan dan tidak aman. Keadaan ini bukan hanya berdampak pada kelompok yang berkonflik namun, juga masyarakat sipil di sekitar akan terkena dampaknya. Akibatnya banyak anak anak tidak akan dapat bermain dengan leluasa, tidak bisa sekolah karena takut akan adanya penyerangan. Orang orang dewasa akan ketakutan saat berangkat bekerja, para pemilik usaha akan ketakutan jika usahanya menjadi sasaran. Kondisi yang demikian tentu amat mengerikan dan tak dapat dibayangkan. Lambat laun perekonomian akan lumpuh karena tidak ada transaksi keuangan. Banyak orang yang memutuskan menyimpan uangnya, menarik tabungan nya untuk berjaga jaga jika kondisi konflik semakin pelik.

4.      Jatuhnya Korban Jiwa dan Kerugian Harta Benda
Kondisi keamanan yang tidak stabil, kerusuhan dan kekerasan yang terjadi tentu saja menimbulkan korban yang berjatuhan. Entah itu korban luka, atau bahkan hingga meninggal tidak dapat dihindari seperti pada latar belakang konflik kamboja . Akibatnya konflik akan semakin memanas, karena banyaknya korban yang berjatuhan yang akan menyebabkan salah satu pihak tidak terima dan berusaha untuk membalas. Maka, tidak perlu menunggu lama agar perang pecah. Tidak hanya korban jiwa yang berjatuhan, harta benda juga akan tidak luput dampak konflik. Karena terdesak maka pihak tertentu akan menjarah toko, merampok dan merusak fasilitas umum yang anda. Jika kondisi ini tidak dapat segera di take over oleh organisasi militer dan kepolisisan setempat maka tinggal menunggu waktu saja. Perang antar penganut agama yang lebih melibatkan banyak pihak akan terjadi.
5.      Mengancam Keutuhan Persatuan dan Kesatuan Dalam Kehidupan Berbangsa
Dengan kondisi yang terjadi pada poin sebelumnya, maka kerukunan antar umat beragama akan hilang. Sehingga persatuan dan kesatuan dalam kehidupan bernegara akan runtuh. Dengan demikian maka tinggal menunggu waktu saja. Seberapa lama negara mampu bertahan menghadapi konflik internal yang terjadi seperti latar belakang tragedi allepo . Jika gagal menghadapi kondisi ini maka yang akan terjadi adalah negara tersebut akan hancur dan hanya menyisakan namanya dalam sejarah dunia. Dan jika berhasil menuntaskan konflik ini maka akan membutuhkan waktu yang lama untuk sebuah negara dapat bangkit dan kembali pada kondisi sebelumnya.
6.      Menimbulkan Terpicunya Terjadi Konflik Lain
Sudah menjadi kodratnya, manusia akan merasakan nasib yang sama terutama kepada saudara mereka dengan keyakinan, suku dan ras yang sama. Kodrat inilah yang kemudian memunculkan rasa ingin membantu dan meringankan beban mereka yang berada di zona konflik. Sebenarnya hal ini merupakan hal yang positif dan patut mendapat apresiasi. Namun, di lain hal kondisi ini akan memicu pertentangan lain seperti contoh konflik antar ras . Serta dapat menyebabkan timbulnya konflik lain seperti konflik antar ras, suku dan etnis. Sehingga kondisi ini akan semakin pelik dan sulit menemukan cara penyelesaian yang tepat.
2.4  Upaya Penanganan SARA
Hal –hal yang perlu kita lakukan sebagai upaya mengatasi konflik SARA di Indonesia:
1.      Berdoa pada Tuhan Yang Maha Kuasa
Doa pada Tuhan sangat penting dalam kehidupan orang beriman. Melihat dari sila pertama Pancasila saja sudah menyiratkan akan betapa berharganya campur tangan Tuhan dalam hidup manusia. Untuk dapat mengatasi konflik SARA yang semakin pelik ini, kita harus mengandalkan Tuhan dengan memohon kekuatan dari Nya untuk dapat mengatasi konflik SARA dan mengendalikan diri. Kita harus bersyukur pada Tuhan yang telah menciptakan kita pada suku, agama, ras, dan golongan tertentu. Seringkali ada orang yang menyalah-nyalahkan Tuhan atas penempatan dirinya di sebuah keluarga dengan suku tertentu yang sangat berbeda dan kurang dapat diterima oleh masyarakat setempat. Ini sungguh hal yang tidak masuk akal dan memilukan. Pencipta memiliki kedaulatan penuh atas hidup ciptaan Nya. Kayu tidak tahu kenapa dia harus menjalani proses yang penjang dan menyakitkan untuk dapat berubah wujud menjadi kursi, kursi lebih indah ketika diolah oleh tukang kayu. Satu hal yang harus kita ingat: di manapun kita ditempatkan oleh Tuhan, kita harus selalu bersyukur atas hidup kita dan memuliakan nama Tuhan selamanya.
2.      Mengendalikan emosi
Ketika kita mendengar orang menghina kita atau sesuatu yang berhubungan erat dengan kita, seringkali kita merasa tersinggung. Oleh sebab itu, kita harus berusaha mengendalikan emosi. Jangan pernah membalas kejahatan dengan kejahatan, namun dengan kebaikan. Pada waktu diejek, jangan mengutuk, memukul, menampar, menonjok, mengeluarkan kata-kata kotor, dan sebagainya. Hal pertama yang harus dilakukan ketika perasaan kita dicampur aduk oleh orang yang menyebalkan adalah menenangkan hati. Setelah itu berdoa mohon kesabaran dari Tuhan, menasihati orang kejam itu secara sopan, dan mendoakan orang tersebut agar ia dapat bertobat. Menasihati orang secara sopan dan terbuka itu lebih baik daripada hanya membiarkannya, membalasnya, memukulnya, atau menggosipkannya di belakang karena nasihat bisa membuat orang lain memperbaiki dirinya. Bayangkan saja kalau kejahatan dibalas dengan kejahatan itu tidak akan pernah berujung, selalu ada kelanjutan dari perseteruan itu dan balas dendam. Selain itu, cap negatif dari orang jahat itu terhadap kita akan semakin buruk. Hal ini tidak akan menyelesaikan masalah, malah cuma menambah dan memperbesar konflik saja. Orang yang disakiti juga akan menyakiti orang-orang lain yang tak bersalah akibat emosi yang meluap-luap dari hatinya.
3.      Jangan menghakimi dan berpikiran negatif tentang suku, agama, ras, dan golongan yang berbeda
Saat menjumpai beberapa orang dari golongan tertentu yang memiliki sifat buruk sama, jangan pernah menghakimi atau menghina golongan tersebut. Sebagai contoh, orang kaya di sekitar rumah Anda semuanya suka membuang sampah sembarangan. Lalu Anda langsung menyimpulkan bahwa orang kaya itu tidak bertanggung jawab. Hal ini tidak boleh dilakukan karena tidak semua orang seperti itu. Kesimpulan yang didapat tidak menyeluruh, tapi hanya dari sudut pandang Anda saja. Masih ada banyak orang kaya yang bertanggung jawab dan membuang tempat sampah pada tempatnya. Itu adalah pandangan subjektif yang tidak adil dan sangat picik dengan menyamaratakan orang lain berdasarkan suku, agama, ras, dan golongan tertentu.
Dengan menghakimi orang lain, berarti merasa lebih baik darinya padahal semua orang sama-sama pernah berbuat dosa dan memiliki kelemahan. Orang yang suka menghakimi orang lain adalah orang yang sombong dan tidak menghormati Tuhan. Menghakimi itu hak khusus Tuhan saja, bukan manusia. Dengan memandang rendah dan menghakimi orang lain berarti sama dengan mengambil alih kekuasaan Tuhan. Padahal bagaimanapun juga, hak Sang Pencipta Yang Kudus dan Sempurna tidak bisa diminta oleh manusia yang penuh noda. Jangan suka mencari-cari kesalahan orang lain dan membesar-besarkan nya, tetapi introspeksi diri sendiri terlebih dulu. Apakah ada tindakan kita yang salah sehingga membuat orang lain membenci kita. Jika ada, perbaiki karakter pribadi dan jadi orang yang lebih bijaksana.  Ketika ada orang dari suku, agama, ras, dan golongan yang berbeda, bertemanlah dengan orang tersebut. Jangan pernah menjauhi dan membeda-bedakan orang. Jangan pula membanding-bandingkan antara suku, agama, ras, dan golongan satu dengan yang lainnya. Tiap suku, agama, ras, dan golongan memiliki keunikan, kelebihan, dan kekurangan masing-masing.

4.      Jangan memaksakan kehendak pada orang lain
Pemaksaan yang saya maksud di sini, khususnya berkaitan dengan agama. Ada orang yang berpikir bahwa ia memeluk agama yang terbaik. Mungkin memang benar demikian. Jika ingin bersaksi tentang iman di agama tertentu boleh-boleh saja. Hal ini sering saya dan teman-teman saya lakukan. Namun yang salah adalah jika seseorang memaksakan kehendak pada orang lain untuk memeluk agamanya dengan menjelek-jelekkan agama lain. Jika orang lain mau percaya, itu bagus. Namun bila tidak percaya pun juga tidak menjadi masalah. Bersaksi bukan keberhasilan mengajak orang masuk agama tertentu tapi bersandar pada Tuhan yang mampu mengubahkan hati. Selain itu, kita juga menceritakan tentang kebenaran firman Tuhan baik dari Kitab Suci maupun pengalaman rohani. Jangan pernah memaksakan kehendak pada orang lain, apalagi dengan melakukan pengancaman, pengeboman, penyogokan, teror, kekerasan, dan lain-lain. Semua itu hanya akan memperkeruh suasana. Tuhan tidak ingin umat Nya saling menghancurkan sebab kejahatan dan pemaksaan itu juga pasti meremukkan hati Tuhan yang sangat memperhatikan umat Nya.
5.      Menghormati dan mengasihi orang lain
Apakah Anda ingin dihina oleh orang lain? Saya percaya tidak ada orang yang ingin dihina dan disepelekan. Oleh sebab itu, kita harus menyadari akan hal ini. Jangan menghina dan menjauhi orang lain bila Anda tidak mau dihina dan dijauhi. Jangan menyuruh-nyuruh orang lain jika Anda tidak ingin disuruh-suruh. Jangan memukul orang kalau tidak mau dipukul. Jangan pamer dan menyombongkan kelebihan diri jika Anda tidak suka orang yang suka pamer. Seorang pelukis yang lukisannya diinjak-injak akan sedih karena hasil karyanya diremehkan, padahal ia telah berjuang keras untuk membuat karya terbaik. Jangan memperlakukan orang lain secara kasar karena itu bukan hanya menyakiti hati sesamamu, melainkan juga hati Tuhan yang telah menciptakan manusia. Hormati dan kasihi orang lain seperti menghormati dan mengasihi diri sendiri dan juga Sang Pencipta kita. Maafkan dan ampuni orang yang bersalah pada kita walaupun mereka tidak minta maaf. Ini memang sulit. Tetapi tetaplah beriman bahwa bersama Tuhan, tidak ada yang tak mungkin asal hati kita benar-benar mau tulus mengasihi sesama dan menyenangkan hati Nya. Tiap ada kemauan untuk damai, selalu ada jalan.


BAB 3
PENUTUP
3.1  Kesimpulan
Sara adalah berbagai pandangan dan tindakan yang didasarkan pada sentimen identitas yang menyangkut keturunan, agama, kebangsaan atau kesukuan, dan golongan. Dalam pengertian lain, SARA dapat disebut diskriminasi yang merujuk kepada pelayanan yang tidak adil terhadap individu tertentu, dimana layanan ini dibuat berdasarkan karakteristik yang diwakili oleh individu tersebut.
3.2  Saran
Kita sebagai penerus bangsa harus lebih terbuka terhadap perbedaan yang ada dan jangan mudah terpancing oleh isu isu agama yang sedang berkembang. Dengan menyadari bahwa kita hidup dinegara yang heterogen dimana isu kecil dapat terpicu menjadi konflik maka sudah wajib untuk membekali diri dengan ilmu dan pandangan yang luas serta mengedepankan logika dan penyelesaian masalah secara musyawarah. Saling menghormati dan menghagai setiap kepercayaan yang di anut. Maka dengan begini, kehidupan dan kerukunan antar umat beragama akan terpelihara. Sehingga kehidupan berbangsa dan bernegara akan selalu harmonis, aman, dan damai.












DAFTAR PUSTAKA

Autobiografi



AUTOBIOGRAFI


Disusun Oleh :
Shifa Sandrinadya Munandar
Kelas :
1 PA 09




Jurusan Psikologi
Fakultas Psikologi
Universitas Gunadarma
2020


Nama saya Shifa, lengkapnya Shifa Sandrinadya Munandar. Saya merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Lahir pada tanggal 03 November 2001 di Purwakarta, namun tumbuh dan besar di Jakarta. Sejak kecil, saya tinggal bersama dengan nenek dikarenakan kedua orangtua yang sibuk bekerja.
Pendidikan pertama saya dimulai pada usia 5 tahun. Saat itu saya bersekolah di Tk At-Taqwa yang letaknya tidak jauh dari rumah nenek. Pada minggu pertama masuk, saya selalu ditemani oleh nenek karena saya belum bisa beradaptasi di lingkungan yang baru.
Pada usia 6 tahun, saya memasuki sekolah dasar di SDS Kartika, Jakarta. Setelah lulus, saya melanjutkan pendidikan ke SMPN 166 Jakarta pada tahun 2013. Saya kesulitan waktu ingin mendaftar ke SMP Negeri di Jakarta karena kendala berdomisili di luar Jakarta. Namun, akhirnya saya bisa diterima di SMPN 166 Jakarta.
Setelah itu, saya melanjutkan pendidikan ke SMAN 97 Jakarta pada tahun 2016. Di SMA ini saya mulai mengikuti organisasi karena sebelumnya belum pernah ikut organisasi apapun. Saya mengikuti ekstrakurikuler KIR (Karya Ilmiah Remaja) dan juga sempat mengikuti paduan suara namun hanya sebentar. Saya juga mendaftarkan diri sebagai pengurus OSIS dan menjabat sebagai sekretaris 1. Dari organisasi ini, saya bisa belajar bagaimana kita bisa bekerja secara tim dan saling menghargai pendapat orang lain. Bukan hanya itu, tetapi kita juga bisa memperluas koneksi pertemanan dan lainnya.
Setelah lulus dari SMA, saya bercita-cita ingin berkuliah di Universitas Indonesia. Saya mendaftar lewat jalur SNMPTN, SBPMPTN, dan juga Mandiri namun belum diterima. Saya merasa kecewa dan sempat ingin menunda kuliah. Tetapi saya berpikir kuliah dimanapun sama saja, tergantung dari niat masing-masing. Kemudian saya mendaftar ke Universitas Gunadarma dan memilih jurusan psikologi. Awalnya saya ragu memilih jurusan psikologi karena tidak sesuai dengan keinginan awal, namun saya tetap mencoba dan mulai beradaptasi dengan dunia psikologi. Dan harapan untuk kedepannya, semoga saya bisa lulus tepat waktu dengan nilai terbaik agar bisa membanggakan orangtua.